Senin, 20 Juli 2009
Di ruang angkasa
Malam ini mendekati cakrawalaku
Matahari tidak tahu lagi di mana laut
Dan tak pernah terbenam, tak pernah terbit
Ia melayang bagai bunga-bunga rumput
Bulan November
Diikutinya debu
Daun dan angsa bergerak ke selatan
Sementara aku tak berhenti menatap langit
Mencari pelangi atau bintang-bintang lain
Tanda engkau masih menunggu, bernyanyi
Siapa tahu burung laying-layang mendengarmu
Menanyakan bagaimana penggembala sial
Yang kau biarkan mencari-cari tanh terlupamu
Di malam salju, matahari menghangati langit
Di ujung lain, di cakrawala tak kau kenal
Dan aku melihat tanah yang kau tinggalkan
Di sana di balik segala yang bisa kukatakan
Di bukit-bukit yang tak tertulis
Dan awan tak berpeta
Ketika Mencari Jawaban
Seperti kabut yang tak tertahan
Seperti rindu yang tak sengaja
Seperti hujan, pelangi senja
Betapapun warnanya, tak akan lama
Aku akan kembali bertanya
Yang kemerlip itu embun atau permata?
Engkau akan kembali menjawabnya
Mungkin dengan mata, bibir
Mungkin dengan cinta, hidup
Dengan tindakan entah sampai kapan
Semua seperti akan berlalu
Seperti kapal di malam hari
Lampu-lampu melintas pelan
Lalu hilang di gelap sunyi
Sekali lagi aku balik bertanya
Siapa sebetulnya engkau, siapa?
Angin yang menggerakan pohon
Atau pohon yang menggoyangkan angin?
Semua Begitu Cepat
TERNYAT A SEMUA BEGITU CEPAT
BEGITU TIBA-TIBA DAN BEGITU PENTING
KAU BAWA KEMANAKAH SEBAGIAN NYAWAKU?
DUNIA MERENGGUT SEPARUH JANTUNGKU?
SERASA MELEPAS SELURUH RAGAKU
MUNGKIN TIDAK BEGINI SAKITNYA
TAPI KAU TIBA-TIBA SAJA SUDAH JAUH
SIAPA LEBIH PERLU KAMU DARIPADA AKU
TERNYATA SEMUA BEGITU SINGKAT
AKAN LAHIR LAGIKAH KAMU
DI BABAK BERIKUT, DI JAGAD BERIKUT?
DAN AKU TERBIASA DENGAN SEPARUH HIDUP?
TAK KUSANGKA KAU DAN AKU PERNAH ADA
ENTAH KAPAN DAN ENTAH DIMANA
SETELAH TANGISKU MEMBASUH SEMUA
DON’T TAKE IS TO YOUR HEART WHEN YOU LOSE……….
DON’T SHOW IT ON YOUR FACE WHEN YOU WIN……….
Jumat, 17 April 2009
Memilih dan Memutuskan
Entah, untuk dalam jangka waktu yang tak terlalu lama
Dipertemukan dengan orang – orang yang telah lama pergi
Telah lama hilang
Dan telah lama tidak ditemui
Kemudian hadir
Untuk sekedar menyapa
Hingga menitipkan pesan
Mereka tetap sama di mataku
Sama tak berubah seperti dulu
Namun mereka menjadi berbeda masuk dalam situasi
Dalam biduk hidup di matahari setinggi ini
Ku usahakan menyapa sewajarnya
Tersenyum seadanya
Namun dengan sikap biasa
Seolah mereka tak pernah merasa aku berubah …
Aku tak ingin berubah
Aku tak ingin berubah
Karena aku bukan sosok yang mudah berubah
Namun …
Situasi yang mereka ciptakan di episode sebelumnya
Membuatku banyak berubah
Banyak berpikir
Dan kemudian harus mengambil berbagai hikmah dan kesimpulan
Dan waktulah yang menjawabnya
Bahwa ku berbeda
Dan jadi tak sama
Hingga seandainya mereka ingin tahu
Ingin paham
Dan mengerti
Mengapa seperti ini
Maka jawaban itu ada pada angin malam yang engkau semaikan
Tentang harapan yang diciptakan
Kemudian seketika itu dimatikan
Dari sini aku belajar
Tentang bagaimana mencipta harapan
Tentang bagaimana memberi harapan
Tentang bagimana mewujudkan harapan
Agar tak sekedar fana
Ketika keputusan ini ku berikan
Ketika pilihan ini ku tetapkan
Dan
Aku hanya bisa bersujud dalam do’aku
Terima kasih Tuhan
Atas penciptaan-Mu
Bagi mereka telah banyak memberikanku harapan
Kemudian mereka sendiri yang mematikannya
Bagi mereka yang telah memberikanku harapan
Kemudian ku tak mengambilnya
Bagi Mereka yang telah memberikanku harapan
Dan kemudian ku memilihnya
Dalam
Mimpi
Dan
Nyataku...
Kamis, 16 April 2009
Menemukanmu
Aku menemukanmu
Dalam sunyi
Dalam langkah sepi
Aku menemukanmu
Saat langkah ini tak tegap melangkah
Saat tiap hentakannya tak berarah
Kau menemukanku
Dalam senyum
Kesahajaan
Jujur
Tak
Menyakitkan ...
Kau menemukanku
Datang ....
Dan menyertaiku melangkah bersamamu
Ke jalan cita yang sama di dunia
Hingga menuju cita akhir ke Jannah-Nya
Kau menemukanku dalam sunyi sepi
Saat aku sendiri
Saat aku sulit melangkah dengan kaki ini
Hingga ...
Kau membuatku
Menemukanmu di sudut hatiku ....
Cahaya Bulan
Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yg biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih selembut dahulu
memintaku minum susu
dan tidur yang lelap
sambil membenarkan letak leher kemejaku
Kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih
lembah Mandalawangi
kau dan aku tegak berdiri melihat hutan - hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yg menjadi dingin
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika kudekap,
kau dekaplah lebih mesra
lebih dekat ...
Apakah kau masih akan berkata
kudengar detak jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta ...
Cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan
yang takkan pernah aku tahu dimana jawaban itu
bagai letusan berapi bangunkan dari mimpi
sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati
Puisi Indah oleh Nicholas Syahputra - OST. GIE
Rabu, 08 April 2009
Besok...9 April 2009
Pwuh...Tanpa terasa sudah, besok kita akan memasuki peperangan besar itu. Yah...peperangan. Karena disini kita akan menguji seberapa tangguhkah kita dalam medan jihad kita hari ini. Seberapa pantaskah dalam kita memimpin negeri ini. Banyak yang sudah kita lakukan, namun banyak juga yang masih kita tinggalkan. Namun kita selalu berharap kemenangan.
Bukan karena lelah kita berhenti, tapi karena kita butuh waktu sesaat untuk menyiapkan diri esok hari. Karena kita yakin, bahwa ini belum selesai. Belum apa-apa. Medan jihad telah kita menanti dipelupuk mata kita. Biarkan mereka bicara, namun kita akan terus bekerja. Dan,satu-satunya berita terindah besok yang akan kita dengar...KEMENANGAN!
Sabtu, 04 April 2009
Sekuntum "Cinta" Pengantin Syurga
“Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah,” Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam bukunya Raudah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin memberikan komentar mengenai pengaruh cinta dalam kehidupan seseorang.
Bila seorang kekasih telah singgah di hati, pikiran akan terpaut pada cahaya wajahnya, jiwa akan menjadi besi dan kekasihnya adalah magnit. Rasanya selalu ingin bertemu meski sekejab. Memandang sekilas bayangan sang kekasih membuat jiwa ini seakan terbang menuju langit ke tujuh dan bertemu dengan jiwanya.
Indahnya cinta terjadi saat seorang kekasih secara samar menatap bayangan orang yang dikasihi. Bayangan indah itu laksana air yang menyirami, menyegarkan, menyuburkan pepohonan taman di jiwa.
Dahulu di kota Kufah tinggallah seorang pemuda tampan rupawan yang tekun dan rajin beribadat, dia termasuk salah seorang yang dikenal sebagai ahli zuhud. Suatu hari dalam pengembaraannya, pemuda itu melewati sebuah perkampungan yang banyak dihuni oleh kaum An-Nakha’. Demi melepaskan penat dan lelah setelah berhari-hari berjalan maka singgahlah dia di kampung tersebut. Di persinggahan si pemuda banyak bersilaturahim dengan kaum muslimin. Di tengah kekhusyu’annya bersilaturahim itulah dia bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita.
Sepasang mata bertemu, seakan saling menyapa, saling bicara. Walau tak ada gerak lidah! Tak ada kata-kata! Mereka berbicara dengan bahasa jiwa. Karena bahasa jiwa jauh lebih jujur, tulus dan apa adanya. Cinta yang tak terucap jauh lebih berharga dari pada cinta yang hanya ada di ujung lidah. Maka jalinan cintapun tersambung erat dan membuhul kuat. Begitulah sejak melihatnya pertama kali, dia pun jatuh hati dan tergila-gila. Sebagai anak muda, tentu dia berharap cintanya itu tak bertepuk sebelah tangan, namun begitulah ternyata gayung bersambut. Cintanya tidak berada di alam khayal, tapi mejelma menjadi kenyataan.
Benih-benih cinta itu bagai anak panah melesat dari busurnya, pada pertemuan yang tersamar, pertemuan yang berlangsung sangat sekejab, pertemuan yang selalu terhalang oleh hijab. Demikian pula si gadis merasakan hal serupa sejak melihat pemuda itu pada kali yang pertama.
Begitulah cinta, ketika ia bersemi dalam hati… terkembang dalam kata… terurai dalam perbuatan…Ketika hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Ketika hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan dan tidak nyata…
Ketika cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tertegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.
Semakin dalam makna cinta direnungi, semakin besar fakta ini ditemukan. Cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.
Begitupun dengan si pemuda, dia berpikir cintanya harus terselamatkan! Agar tidak jadi liar, agar selalu ada dalam keabadian. Ada dalam bingkai syari’atnya. Akhirnya diapun mengutus seseorang untuk meminang gadis pujaannya itu. Akan tetapi keinginan tidak selalu seiring sejalan dengan takdir Allah. Ternyata gadis tersebut telah dipertunangkan dengan putera bapak saudaranya.
Mendengar keterangan ayah si gadis itu, pupus sudah harapan si pemuda untuk menyemai cintanya dalam keutuhan syari’at. Gadis yang telah dipinang tidak boleh dipinang lagi. Tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan belakang, samping kiri, atau samping kanan. Mereka sadar betul bahwa jalinan asmaranya harus diakhiri, karena kalau tidak, justeru akan merusak ’anugerah’ Allah yang terindah ini.
Bayangkan, bila dua kekasih bertemu dan masing-masing silau serta mabuk oleh cahaya yang terpancar dari orang yang dikasihi, ia akan melupakan harga dirinya, ia akan melepas baju kemanusiaannya dengan menabrak tabu. Dan, sekali bunga dipetik, ia akan layu dan akhirnya mati, dipijak orang karena sudah tak berguna. Jalan belakang ’back street’ tak ubahnya seperti anak kecil yang merusak mainannya sendiri. Penyesalan pasti akan datang belakangan, menangispun tak berguna, menyesal tak mengubah keadaan, badan hancur jiwa binasa.
Cinta si gadis cantik dengan pemuda tampan masih menggelora. Mereka seakan menahan beban cinta yang sangat berat. Si gadis berpikir barangkali masih ada celah untuk bisa ’diikhtiarkan’ maka rencanapun disusun dengan segala kemungkinan terpahit. Maka si gadis mengutus seorang hambanya untuk menyampaikan sepucuk surat kepada pemuda tambatan hatinya:
”Aku tahu betapa engkau sangat mencintaiku dan karenanya betapa besar penderitaanku terhadap dirimu sekalipun cintaku tetap untukmu. Seandainya engkau berkenan, aku akan datang berkunjung ke rumahmu atau aku akan memberikan kemudahan kepadamu bila engkau mau datang ke rumahku.”
Setelah membaca isi surat itu dengan seksama, si pemuda tampan itu pun berpesan kepada kurir pembawa surat wanita pujaan hatinya itu.
“Kedua tawaran itu tidak ada satu pun yang kupilih! Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar bila aku sampai durhaka kepada Tuhanku. Aku juga takut akan neraka yang api dan jilatannya tidak pernah surut dan padam.”
Pulanglah kurir kekasihnya itu dan dia pun menyampaikan segala yang disampaikan oleh pemuda tadi.
Tawaran ketemuan? Dua orang kekasih? Sungguh sebuah tawaran yang memancarkan harapan, membersitkan kenangan, menerbitkan keberanian. Namun bila cinta dirampas oleh gelora nafsu rendah, keindahannya akan lenyap seketika. Dan berubah menjadi naga yang memuntahkan api dan menghancurkan harga diri kita. Sungguh heran bila saat ini orang suka menjadi korban dari amukan api yang meluluhlantakkan harga dirinya, dari pada merasakan keindahan cintanya.
“Sungguh selama ini aku belum pernah menemukan seorang yang zuhud dan selalu takut kepada Allah swt seperti dia. Demi Allah, tidak seorang pun yang layak menyandang gelar yang mulia kecuali dia, sementara hampir kebanyakan orang berada dalam kemunafikan.” Si gadis berbangga dengan kesalehan kekasihnya.
Setelah berkata demikian, gadis itu merasa tidak perlu lagi kehadiran orang lain dalam hidupnya. Pada diri pemuda itu telah ditemukan seluruh keutuhan cintanya. Maka jalan terbaik setelah ini adalah mengekalkan diri kepada ’Sang Pemilik Cinta’. Lalu diapun meninggalkan segala urusan duniawinya serta membuang jauh-jauh segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Memakai pakaian dari tenunan kasar dan sejak itu dia tekun beribadat, sementara hatinya merana, badannya juga kurus oleh beban cintanya yang besar kepada pemuda yang dicintainya.
Bila kerinduan kepada kekasih telah membuncah, dan dada tak sanggup lagi menahahan kehausan untuk bersua, maka saat malam tiba, saat manusia terlelap, saat bumi menjadi lengang, diapun berwudlu. Shalatlah dia dikegelapan gulita, lalu menengadahkan tangan, memohon bantuan Sang Maha Pencipta agar melalui kekuasaa-Nya yang tak terbatas dan dapat menjangkau ke semua wilayah yang tak dapat tersentuh manusia., menyampaikan segala perasaan hatinya pada kekasih hatinya. Dia berdoa karena rindu yang sudah tak tertanggungkan, dia menangis seolah-olah saat itu dia sedang berbicara dengan kekasihnya. Dan saat tertidur kekasihnya hadir dalam mimpinya, berbicara dan menjawab segala keluh-kesah hatinya.
Dan kerinduannya yang mendalam itu menyelimuti sepanjang hidupnya hingga akhirnya Allah memanggil ke haribaanNya. Gadis itu wafat dengan membawa serta cintanya yang suci. Yang selalu dijaganya dari belitan nafsu syaithoni. Jasad si gadis boleh terbujur dalam kubur, tapi cinta si pemuda masih tetap hidup subur. Namanya masih disebut dalam doa-doanya yang panjang. Bahkan makamnya tak pernah sepi diziarahi.
Cinta memang indah, bagai pelangi yang menyihir kesadaran manusia. Demikian pula, cinta juga sangat perkasa. Ia akan menjadi benteng, yang menghalau segala dorongan yang hendak merusak keindahan cinta yang bersemayam dalam jiwa. Ia akan menjadi penghubung antara dua anak manusia yang terpisah oleh jarak bahkan oleh dua dimensi yang berbeda.
Pada suatu malam, saat kaki tak lagi dapat menyanggah tubuhnya, saat kedua mata tak kuasa lagi menahan kantuknya, saat salam mengakhiri qiyamullailnya, saat itulah dia tertidur. Sang pemuda bermimpi seakan-akan melihat kekasihnya dalam keadaan yang sangat menyenangkan.
“Bagaimana keadaanmu dan apa yang kau dapatkan setelah berpisah denganku?” Tanya Pemuda itu di alam mimpinya.
Gadis kekasihnya itu menjawab dengan menyenandungkan untaian syair:
Kasih…
cinta yang terindah adalah mencintaimu,
sebuah cinta yang membawa kepada kebajikan.
Cinta yang indah hingga angin syurga berasa malu
burung syurga menjauh dan malaikat menutup pintu.
Mendengar penuturan kekasihnya itu, pemuda tersebut lalu bertanya kepadanya, “Di mana engkau berada?”
Kekasihnya menjawab dengan melantunkan syair:
Aku berada dalam kenikmatan
dalam kehidupan yang tiada mungkin berakhir
berada dalam syurga abadi yang dijaga
oleh para malaikat yang tidak mungkin binasa
yang akan menunggu kedatanganmu,
wahai kekasih…
“Di sana aku bermohon agar engkau selalu mengingatku dan sebaliknya aku pun tidak dapat melupakanmu!” Pemuda itu mencoba merespon syair kekasihnya
“Dan demi Allah, aku juga tidak akan melupakan dirimu. Sungguh, aku telah memohon untukmu kepada Tuhanku juga Tuhanmu dengan kesungguhan hati, hingga Allah berkenan memberikan pertolongan kepadaku!” jawab si gadis kekasihnya itu.
“Bilakah aku dapat melihatmu kembali?” Tanya si pemuda menegaskan
“Tak lama lagi engkau akan datang menyusulku kemari,” Jawab kekasihnya.
Tujuh hari sejak pemuda itu bermimpi bertemu dengan kekasihnya, akhirnya Allah mewafatkan dirinya. Allah mempertemukan cinta keduanya di alam baqa, walau tak sempat menghadirkan romantismenya di dunia. Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada mereka berdua menjadi pengantin syurga.
Subhanallaah! Cinta memiliki kekuatan yang luar biasa. Pantaslah kalau cinta membutuhkan aturan. Tidak lain dan tidak bukan, agar cinta itu tidak berubah menjadi cinta yang membabi buta yang dapat menjerumuskan manusia pada kehidupan hewani dan penuh kenistaan. Bila cinta dijaga kesuciannya, manusia akan selamat. Para pasangan yang saling mencintai tidak hanya akan dapat bertemu dengan kekasih yang dapat memupus kerinduan, tapi juga mendapatkan ketenangan, kasih sayang, cinta, dan keridhaan dari dzat yang menciptakan cinta yaitu Allah SWT. Di negeri yang fana ini atau di negeri yang abadi nanti.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum : 21).
dari Raja’ bin Umar An-Nakha’i dll.
Jumat, 03 April 2009
Rabu, 25 Maret 2009
Kemaren
Minggu, 08 Maret 2009
Ketika
Ketika kubuka mata, ada diri-Mu yang menantiku dalam sepiku
Derap-derap cinta kau buka untukku malam ini
lewat tahajudku yang sepi
lewat air mata penyesalanku yang menganak bermuara
Adakah sedikit duka itu terhempas
dalam altar cinta-Mu untukku?
Kusapa Kau kembali malam ini
lewat gerimis yang Engkau kirimkan
Jumat, 06 Maret 2009
Peperangan Kita dan Peperangan Mereka
Genderang perang telah kita tabuh. Panji-panji musuh telah ada di hadapan kita. Kekuatan juga telah kita coba persiapkan sedari awal. Peperangan ini begitu besar, sehingga harus menyita seluruh perhatian kita. Rasanya berat, menyiapkan bekal dari kondisi yang tidak menentu dan dari pilihan-pilihan yang serba sulit. Kita terlalu kecil, untuk tujuan yang besar. Kita terlalu sedikit untuk sebuah kemenangan yang mulia. Musuh-musuh kita jauh lebih besar dari sebelumnya. Kita harus berperang dengan kekuatn yang tidak berimbang.
Namun kita belajar banyak hal dalam peperangan kali ini. Jumlah bukan ukuran kekuatan. Seringkali golongan yang sedikit mengalahkan golongan yang banyak. Walaupun kita tidak menafikan hitungan matematis dalam tiap pertempuran itu. Sejarah telah membuktikannya. Perang Badar. Jumlah mereka sedikit, 314 orang mukmin yang akan bertempur melawan 1000 orang kafir. Namun mereka berhasil memenangkan peperangan itu dengan gemilang. Perang Khandaq. Peperangan besar dengan kadar payah yang amat sangat. Begitu indahnya diceritakan dalam sejarah. Tapi generasi-generasi itu begitu tangguh mengukir sejarah-sejarah keemenangan. Dari merekalah juga kita belajar untuk berani mencita-citakan kemenangan.
Peperangan mereka adalah darah, pedang, panah dan airmata. Perang kita tenaga, waktu dan doa. Perang mereka adalh gemerincing pedang beradu, perisai dan kepul debu Hunain. Perang kita adalah peperangan dalam medan politik, dan kita menyebutnya jihad siyasi. Mungkin jauh berbeda. Tapi esensinya sama. Dari peperangan ini kita di uji. Dari peperangan ini kita juga belajar tentang kesetiaan. Tidak ada baiat yang kita ucapkan, tetapi keteguhan yang akan kita dendangkan. Banyak yang lari sebelum pertempuran ini dimulai, banyak juga yang akan berjatuhan dalam peperangan ini. Perang adalah ujian keikhlasan dalam perjuangan. Bahwa hanya orang-orang yang kuat dan sabar yang akan diberikan kemenangn oleh Allah. Hanya orang-orang yang setia lah yang layak memimpin negeri ini. Dan pastikan kita ada dalam barisan orang-orang itu. Semoga.
Pahlawan Itu Bernama Ahmad Yasin
Ia pemuda biasa yang tidak seperti kebanyakan pemuda di zamannya. Matanya tajam terhunus penuh visi pembebasan. Pembebasan tanah airnya tercinta, Palestina. Tanah yang telah lama dicaplok Yahudi. Ia pemuda yang punya visi dan semangat yang besar. Ia adalah pemuda yang rela mengorbankan apapun yang ia miliki demi lkehormatan negaranya. Perkenalkan nama pemuda itu….Ahmad Yasin.
Di sebuah mukhayam pemuda yang diadakan di tepi pantai Gaza, pemuda-pemuda itu saling berlomba sebelum penutupan kegiatan itu. Berlomba ketahanan fisik untuk berdiri dengan kepala. Lihatlah pemuda itu, ia tetap berdiri dengan kokoh di atas kepalanya sambil tetap memaksakan senyumya. Para sahabatnya dibuatnya terpana dengan ketahannan fisiknya yang luar biasa. Namun akhirnya ia jatuh dan itu membuatnya lumpuh untuk selama-lamanya. Namun semangatnya tidak pernah lumpuh bersama fisiknya yang harus di papah dengan kursi roda. Matanya masih tetap menyala dengan semangat pembebasan. Perkenalkan nama pemuda itu….Ahmad Yasin.
Semangatnya untuk terus melakukn perbaikan di negerinya membuat ia menjadi seorang guru. Semangatnya mengalir ditiap kata-katanya yang terbata-bata. Membakar jiwa-jiwa muda mulia. Kekuatan jiwanya begitu besar, membuat setiap kata-katanya menggelora. Membangkitkan semangat perlawanan. Perlawanan yang mereka mulai dari bebatuan. Yang pada akhirnya menjadi sebuah kekuatan besar yang diperhitungkan dunia. Yang membuat kerongkongan-kerongkongan Bangsa Yahudi menjadi sesak. Dan terus mengalir bersama gerakan Harakatut Muqawwamah al Islamiyah (HAMAS) di Palestina. Dialah pahlawan itu. Pahlawan dari kursi roda. Dan perkenalkan namanya….Ahmad Yasin.
Cinta
Does not begin and end the way we seem to think it does.
Love is a battle,
Love is a war,
Love is honesty growing up
Menjadi Bintang
Aku ingin menjadi bintang
Di sepertiga malam yang sepi
Tinggi dan berkilau indah
Memberi cahaya yang kaya makna
Aku ingin menjadi bintang
Di batas cakrawala senja
Nun jauh namun penuh pesona
Yang tak habis walau fajar mengganti
Aku ingin menjadi bintang
Di mega-mega mayapada
Gemerlap melembutkan jiwa
Bagai cinta rembulan pada angkasa
Aku ingin menjadi bintang
Aku ingin menjadi terang
Penenang bagi hati-hati yang gamang
Profesionalisme
Ini adalah momentum sejarah yang sedang kita rangkai kembali. Karena hidup hanyalah merupakan pengulangan-pengulangan sejarah masa lalu. Dan kita yang lahir dan dibesarkan di jalan dakwah ini diberi kehormatan untuk mengulang sejarah itu, sejarah besar kebangkitan Islam. Seperti yang telah dirintis oleh para Nabi, Rasul, dan para Sahabat serta generasi-generasi pertama yang telah mengukir kemenangan dakwah ini.
Membangun kehidupan Islami adalah cita-cita dakwah kita. Dan ini bukan pekerjaan mudah. Pekerjaan yang butuh waktu yang panjang yang pastinya sangat melelahkan, -butuh sumber daya manusia yang siap mengusungnya, butuh dukungan finansial, konsep, metode dan sistematika perjuangan yang jelas serta komitmen yang kokoh. Butuh organisasi yang solid dan kepemimpinan yang matang untuk memenangkan dakwah ini. Butuh pemikiran-pemikiran yang inovatif, ide-ide yang berkesinambungan dan profesionalisme kita dalam setiap marhalah-marhalahnya.
Profesionalisme dalam dakwah berarti menyiapkan segala bekal yang kita miliki untuk menempuh jalan ini. Profesionalisme dalam hubungan kita kepada Allah maupun profesionalisme dalam hubungan kita dengan objek dakwah kita. Profesionalisme kita kepada sang Khalik yang saya sebut sebagai profesionalisme ukhrawi adalah bagaimana kita senantiasa memperbarui niatan kita setiap saat untuk senantiasa mengharap ridha-Nya. Sehingga setiap tantangan dan pengorbanan dalam dakwah ini akan terasa menjadi nikmat yang tidak tertandingi nantinya.
Sementara profesionalisme kita terhadap objek dakwah kita adalah bagaimana kita menyiapkan bekal-bekal keilmuan, stok kesabaran dan keikhlasan dalam interaksi kita dengan objek dakwah kita. Sehingga nantinya kita betul-betul memahami dunia yang sedang kita jalani. Dunia yang penuh perjuangan, dunia memberi bukan meminta, dunia yang sepi puja puji, dunia yang penuh onak duri.
Hingga pada akhirnya kita akan mengawalinya dengan keikhlasan dalam kerja-kerjanya, menyiraminya dengan keistiqamahan, dan merawatnya dengan do’a-do’a kita. Hingga Allah mendatangkan ketetapan-Nya untuk memenangkannya di tangan-tangan kita. Agar nantinya proyek peradaban ini mampu menciptakan taman kehidupan dimana bunga-bunga kebaikan, kebenaran dan keindahan tumbuh bersemi. Dan taman itulah yang kelak menjadi saksi dan sejarah peradaban manusia baru.
“ Dan demikianlah Kami jadikan kamu sebagai umat pertengahan, supaya Kami menjadi saksi atas manusia dan supaya Rasul itu (Muhammad SAW) menjadi saksi atas kamu sekalian “ ( Q.S. Al Baqarah : 143 )
Wallahu a’lam
Mari Beriman Sesaat
Saudaraku, tanpa terasa kita semakin jauh berlayar mengarungi samudra kehidupan bersama ‘perahu’ dakwah ini. Perjalanan yang melelahkan. Melelahkan fisik kita, melelahkan jiwa-jiwa kita dengan goncangan-goncangan ombak yang kadang mempermainkan kita di tengah samudra hidup yang luas ini. Kadang kecipak-kecipak kecilnya menghantam tepian perahu kita. Banyak yang telah kita lalui dan banyak yang telah kita raih. Namun, masih banyak pelabuhan-pelabuhan yang belum sempat kita singgahi. Banyak yang masih kita keluhkan ; ombak yang menghambat laju perahu, suara bising mesin yang memekakkan telinga dan masih banyak lagi. Di lain sisi, tidak sedikit pelabuhan-pelabuhan yang kita lewatkan begitu saja, banyak pemandangan indah yang tidak sempat kita potret, dan masih banyak lagi yang belum sempat kita lakukan.
Saudaraku, dakwah ini adalah sebuah proyek besar. Sebuah proyek Ilahiyah yang kita usung. Butuh energi lebih untuk dapat menunaikan misi ini. Tentulah ini bukan pekerjaaan ringan yang sangat melelahkan, membutuhkan waktu yang panjang, yang melampaui umur-umur individu maupun umur generasi.
Maka marilah kita berhenti sejenak. Melepaskan semua rasa lelah itu. Menajamkan kembali mata hati kita yang aus terkikis selama perjalanan ini. Untuk menyiapkan semangat dan ruh baru kita. Untuk membuka kembali peta perjalanan 'perahu’ kita ini dalam bilik-bilik peristerahatan yang bisa menjadi oase penyegar kita. Kita butuh itu, karena kadangkala jiwa-jiwa kita kalah oleh keadaan. Dan kita menyebutnya majelis iman. Majelis tempat kita memperbarui keimanan kita, men-charge ruhiyah kita dengan tadzkirah dan tausyiah penyegar. Majelis para sahabat-sahabat yang telah mengukir sejarah Islam dengan tinta dan darahnya. Mari bersama kita perbarui kualitas keimanan kita. Dengan sedikit siraman ‘air garam’ nasihat di atas tubuh kita. Jikalau di dalam tubuh kita ada luka maka akan terasa perih dan sakit, kalau tubuh ini lelah, maka siraman ‘air garam’ tausyiah ini justru menyegarkan.
Saudaraku, memang begitulah manusia. Kita butuh siraman-siraman yang menyegarkan. Saat menghadapi berbagai masalah, kita butuh oase penyegar jiwa. Sentuhan yang membangkitkan dan nasihat yang menggugah. Begitupun dalam dakwah ini. Kita butuh pengingat agar tetap istiqamah.
“ Fadzakkir, fainna dzikra tanfa’ul mu’minin... Berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
Dan akhirnya beginilah kemudian kita memahami mengapa para sahabat Rasulullah selalu menyerukan “ Hayya najlis ma’anaa nu’minuu saa-atan”. Mengapa majelis-majelis ini begitu dirindukan mereka. Karena disini, dari majelis ini peradaban itu dibangun. Karena disini, dari majelis ini kita menyusun kembali gagasan-gagasan besar kita untuk membangun kejayaan Islam. Menjadikan Islam sebagai Ustadzun Alamiyah. Hingga nanti Allah memenuhi janji-Nya untuk memenangkan dakwah ini.
Wallahu a’lam
Menepikan Masalah Dalam Dakwah
Setiap kita pasti pernah mempunyai masalah. Masalah adalah bagian yang sudah tidak terpisahkan lagi dalam kehidupan manusia. Entah itu masalah dari diri pribadi, masalah keluarga, masalah keuangan, masalah pekerjaan, masalah dakwah dan lain sebagainya. Masalah sudah terlalu akrab dengan diri manusia. Namun, kita tidak harus merasa sedih dengan masalah yang kemudian kita alami. Berbahagialah. Sebab, jika kita memiliki masalah itu artinya Allah masih memberi kepercayaan kepada kita untuk menyelesaikan masalah tersebut. Allah tidak akan pernah membebani kita dengan masalah yang tidak sanggup kita pikul. “ Laa yukalifullahu nafsan illa wus-aha…”
Oleh karena itu Laa tahzan, innallaha ma’ aana... janganlah bersedih karena Allah bersama kita. Janganlah pernah bersedih karena masalah yang akan mendewasakan kita, yang membuat kita makin mengerti tentang hidup,dan untuk apa kita hidup. Masalah adalah proses pembelajaran karena dunia adalah sekolah hidup kita. Dan kita harus menjadi pahlawan-pahlawan besar dalam hidup ini.
Pahlawan sejati adalah orang yang dapat menyelesaikan pekerjaan besarnya dengan cara yang cepat, akurat dan dengan hasil yang tepat. Karena itu jika kita dapat memahaminya, menghadapi, menyelesaikan dan menuntaskan masalah kita, itulah kebahagiaan terbesar kita.
Kita akan memasuki pekerjaan yang besar. Sebuah proyek Rabbaniyah. Memasuki taman-taman surgawi di dunia. Siapkan diri kita. Membebaskan diri dari setiap masalah yang tidak relevan dan akan mengganggu kerja-kerja kita dalam mega proyek ini itulah yang utama yang harus kita lakukan. Buang jauh-jauh masalah-masalah kita dengan menyioapkan hati dan motivasi. Jadilah orang yang selalu bisa berkata…Ya Rabb, sungguh berat memang beban yang Engkau titipkan kepadaku, maka kuatkanlah pundakku agar aku bisa memikul amanah ini. Bukan orang yang kemudian meminta agar beban-bebannya dikurangi dan pada akhirnya menjadi orang yang tidalk siap menceburkan diri dalam taman-taman Ilahiyah ini.
Wallahu a’lam.
Telah...
Dakwah itu...Totalitas
Betapa saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah ungkapan yang menyiratkan konsekwensi akan jalan dakwah yang telah kita pilih menjadi orientasi dalam hidup ini. Sebuah kalimat yang keluar dari lisan kreator dakwah Imam Syahid Hasan Al-Banna,
“Dakwah ini tidak mengenal sikap ganda. Ia hanya mengenal satu sikap, TOTALITAS!!! Siapa yang bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama dakwah, dan dakwah pun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barangsiapa yang lemah dalam memikul amanah ini, ia terhalang dari pahala besar mujahid dan tertinggal bersama orang-orang yang duduk. Lalu Alloh akan mengganti mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan lebih sanggup memikul beban dakwah ini”.
Menjadi prinsip umum yang kita fahami dalam aktifitas dakwah, bahwa apabila kita telah memilih dakwah menjadi panglima dalam setiap gerak dan langkah hidup kita, maka yang selanjutnya harus kita miliki dalam merentasi jalannya adalah sikap hidup yang totalitas. Imam syahid telah menggariskan satu dari prinsip dakwah ini dalam rukun bai’at yang sepuluh yang ia wakilkan dengan kata tajarud.
Mencoba menyelami samudera hikmah dari prinsip ini, betapa Imam syahid memiliki pemahaman terhadap jalan dakwah yang mulia ini. Bahwa di antara beragam pilihan hidup dan warna-warninya, maka dakwah adalah satu di antaranya yang dapat kita pilih. Terserah kepada kita, apakah kita memilihnya, atau mencampakannya untuk beralih pada pilihan orientasi aktifitas kehidupan yang lain. Pilihannya hanya ada dua dan tidak ada yang ketiga. Masuk dan melebur secara totalitas di dalamnya, atau tinggalkan semuanya. Tidak ada pilIhan untuk memilih di antara keduanya pada sebagiannya saja. Untuk dakwah segini, untuk selainnya segitu, tidak sekali-kali tidak.
Maka dakwah, untuk selanjutnya adalah pengorbanan (tadhiyah), sebagai konsekwensi dari totalitas (tajarud). Bahwa ia adalah pilihan sempurna kita terhadap cita-cita perjuangan. Pun terkadang ia akan berbenturan dengan sebentuk harapan dan cita-cita kita yang lain, menjadi niscaya untuk kita agar tetap menjadikan dakwah sebagai seutama orientasi dan permulaan misi, dalam segala peran dan status apapun, di waktu kapanpun. Maka keluarlah kalimat yang terkenal itu, Nahnu du’at qobla kulli syai’in, Bahwa kita adalah da’i sebelum segala sesuatu, begitu, dan selamanya harus selalu seperti itu. Oleh karena itu tadhiyah atau pengorbanan adalah salah satu hal yang menjadi niscaya dalam hidup kita. Pengorbanan yang bukan hanya sedikit saja, tapi pengorbanan yang banyak, sebanyak apapun yang kita miliki. Sebanyak apa yang kita rasakan dari dua frase yang sering di ulang-ulang dalam Al-Qur’an tentang harga dari sebuah pengorbanan di jalan Alloh, bi amwaal wa anfuus, dengan harta dan jiwa. Ya, pengorbanan agung yang sering di ulang-ulang itu adalah pengorbanan dengan harta, pula dengan jiwa. Sudahkan kita mempersembahkan kedua pengorbanan itu dalam tingkat yang optimal seperti yang Alloh maksudkan. Pengorbanan harta berarti menjadikan amanah harta yang kita miliki menjadi bekal yang kita sumbangkan bagi dakwah ini. Dan pengorbanan jiwa berarti kerelaan kita untuk menjadikan nyawa ini sebagai harga dari syurga atau kemenangan bagi Islam yang mulia. Maka demi merenungi dua frase yang menjadi bentuk pengorbanan dalam dakwah yang sudah Alloh gariskan dalam Al-Qur’an, kelihatannya apa yang kita lakukan belumlah apa-apa. Kita memang bukan seorang Abu Bakar yang telah menginfakkan seluruh hartanya untuk Alloh dan rosul-Nya di jalan dakwah, dan tidak sedikitpun menyisakan untuk diri dan keluarganya. Kitapun mungkin tidak sanggup seperti Umar yang “hanya” berani menyisihkan separuh perbendaharaan harta yang dimiliki untuk perkembangan dakwah ini. Tidak, kita tidak akan sanggup menyamai prestasi mereka dalam segala apapun konteksnya.
Oleh karena itu ikhwan wa akhwat fillah, mari kita coba bercermin diri atas seberapa banyakkah pengorbanan yang kita berikan bagi dakwah ini. Saya tidak mencoba membawa tema diskusi pengorbanan ini dalam konteks harta apalagi jiwa seperti suatu tabiat perjuangan yang di tegaskan dalam Al-Qur’an bukan hanya sekali itu. Belum, kita belum sanggup untuk berbicara mengenai standar harta dan jiwa sebagai harga niscaya yang harus kita persiapkan demi menyongsong kemuliaan anugerah syurga atau kehidupan mulia di dunia. Karena pengorbanan kita sampai detik ini hanya memprasyaratkan waktu dan tenaga yang tidak seberapa demi aktifitas dakwah yang kita rentasi ini. Itupun banyak dari kita yang lebih sering menjalankan hanya dalam skala yang minimal saja. Berapa banyak porsi waktu, tenaga, maupun perhatian yang kita curahkan demi perkembangan dakwah ini. Yang ada, tiap kali ada tugas yang ada sangkut pautnya dengan dakwah yang di berikan oleh mas’ul dakwah kita, kita lebih sering berapologi dengan menjadikan kuliah atau hal lain sebagai “pembenar” atas tindakan kontraproduktif kita dalam dakwah. “Afwan akh, ane lagi sibuk ngerjain tugas, terus praktikum, terus ada kuis, terus ini, terus itu, jadi ngga bisa nyelesein tugas dakwah yang antum berikan. Ane minta toleransi waktu beberapa hari lagi ya”, begitu mungkin fenomena yang sering terjadi. Sebenernya saya pun tidak melihat fenomena itu menjadi suatu masalah, karena memang kita tengah dalam tahapan pembelajaran penyeimbangan peran. Tapi menjadi permasalahan ketika pada kesempatan selanjutnya, setelah masa toleransi waktu habis, maka yang terlontar lagi-lagi apologi, “Afwan akh, beberapa hari ini ternyata ane harus ini dan harus itu, jadinya tugas yang dari antum belum juga dapat diselesaikan”. Namun, dari apologi yang diilustrasikan di atas pun masih saya sangat syukuri. Karena minimal aktifitas penghambatnya masih terhitung produktif, yaitu tentang tugas dan kepentingan perkuliahan. Asal jangan waktu-waktu itu terisikan dengan perbuatan-perbuatan sia-sia yang sama sekali tidak ada manfaatnya, banyak menonton tv misalnya, atau banyak santai dan berleha-leha, istirahat dan tidur yang berlebihan, dan lain-lain. Tapi jika hal-hal seperti itu masih terjadi dalam kehidupan dakwah antum, maka sepertinya harus ada yang harus dibenahi mengenai pemahaman antum tentang dakwah.
Ikhwan wa akhwat fillah, sungguh dakwah ini meniscayakan pengorbanan. Dan satu wujud pengorbanan dan sangat mungkin untuk kita praktikkan adalah pengorbanan pencurahan perhatian baik waktu maupun tenaga untuk dakwah ini. Dalam kesendirian antum, dalam keluangan waktu antum, dalam roda kesibukan aktifitas antum, dalam segala apapun jenak kehidupan antum, jangan biarkan ia terlengah dari orientasi dakwah. Pun bagi antum yang sampai saat ini masih memiliki banyak waktu luang. Daripada antum tidur atau menonton acara tv yang kontraproduktif, saya pikir akan sangat lebih baik bagi antum ketika antum mencoba memikirkan dakwah ini. Atau minimal, antum bisa membaca dan menghafal qur’an, melahap buku, melakukan silaturrahim dakwah atau apapun yang bernilai positif, bagi antum maupun bagi dakwah. Terutama waktu-waktu “rawan” seperti habis shubuh, jangan biarkan ia tersia dengan kembalinya antum ke peraduan yang berselimutkan kelelapan. Karena salah satu hal yang di ajarkan Rosul sang tauladan adalah memproduktifkan waktu di saat-saat waktu ini. Bahkan Rosul berdoa khusus kepada Alloh untuk memberkahi umat Islam ketika di waktu paginya. Tentunya keberkahan yang turun berbarengan dengan kesungguhan dalam bergerak, bukan dalam diam, apalagi dalam tidur yang lelap. Maka kata kunci dalam pengorbanan di jalan dakwah hanya satu, tidak lain dan tidak bukan ialah jiddiyah, atau kita kenal dengan kesungguhan. Maka ikhwah, mari kita berlomba, dalam pengorbanan, dalam kesungguhan, bukan dalam hal bermalas-malasan.
Kami berbaiat kepada Rasulullah SAW pada Bai’atul Harbi untuk mendengar dan setia, baik pada waktu susah mupun senang, tidk akan berpecah belah, akan mengatakan kebenaran di mana saja berada, dan tidak akan takut kepada siapapun di jalan Allah (Biat Aqabah II)
Kamis, 05 Maret 2009
Maaf, Jika Kami Berbeda (Catatan Seorang Kader)
Assalaamu’alaikum wr. wb.
Maaf, kami bukan partai murahan seperti itu. Sebelum jadi partai pun kami
sudah aktif dalam aksi-aksi kemanusiaan, apalagi untuk Palestina. Jauh
sebelum itu, para qiyadah kami sudah menggadai nyawa demi Palestina. Bagi
kami, Al-Quds bukan di seberang lautan, melainkan sejarak uluran tangan.
Memang hanya sedikit yang bisa kami lakukan, namun Allah Maha Teliti
perhitungan- Nya.
Maaf, seandainya yang kami lakukan tempo hari itu dianggap kampanye. Jika
kampanye adalah berkumpul, hura-hura, bersorak-sorai, sambil mengenakan
atribut partai, maka kami bukanlah partai yang menggantungkan diri pada hal
tersebut. Kami hanyalah sekelompok hamba Allah yang sederhana dan mudah
dikenali. Jangankan dengan atribut partai, tanpa atribut pun biasanya orang
mudah mengenali kami.
Kata Al-Qur’an, tidak ada shibghah yang lebih kental daripada shibghah
Allah. Sudah pernahkah Anda mendengar kata ini? Jika kaus putih Anda
berwarna merah setelah dicelup dalam cairan pewarna merah, itulah shibghah.
Iman memang letaknya di dalam hati, namun tak mungkin sepenuhnya
disembunyikan. Adakalanya hati ini bangkit ‘izzah-nya dan meluap-luap
sampai orang-orang bisa melihatnya dari sorot mata, gurat senyum, dan tangan
yang terkepal.
Maaf, kami memang tak pernah mementingkan atribut. Atribut apa pun yang
dipakai, orang bilang kami ini begitu mudah dikenali. Kami hanya berdoa,
itulah shibghah Allah; yang lebih kentara warnanya daripada warna-warni
lainnya.
Kami sadar bahwa kami hidup di tengah-tengah peradaban yang begitu
mementingkan atribut. Dengan atribut pun media massa masih tidak adil
terhadap umat Islam; seolah-olah umat ini tak pernah memeras keringat demi
negara. Masih ada saja yang bilang, “Buat apa mengurusi Palestina,
sementara negeri sendiri ditelantarkan? ” Sebagian diantara kami
berkesimpulan bahwa inilah yang terjadi jika atribut ditanggalkan.
Orang tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu) bahwa kami pun ikut menyumbang negeri ini dengan darah, keringat, dan air mata. Oleh karena itu, kami pun tak berani meremehkan atribut.
Maaf, pikiran kami tak pernah sampai ke tempat yang Anda-Anda bicarakan.
Beberapa hari sebelum aksi itu, SMS bertebaran. Salah satu SMS yang kami
terima berbunyi : “Kerahkan semua tenaga demi Palestina! Sumbangkan waktu,
tenaga, suara dan hartamu untuk jihad! Ikutilah aksi demonstrasi mendukung
Palestina, dari Bundaran HI sampai Kedubes Amerika pada 02/01/09! Kenakan
atribut partai, tunjukkan bahwa kader PKS bulat suaranya mendukung
saudara-saudara kita di Palestina!” Sebagian SMS yang lain nadanya lebih
formil, namun kurang lebih seperti itu. Tak sekalipun terdengar seruan
untuk mendulang suara dari melayangnya nyawa para syuhada di Palestina.
Tak ada secuil pun usaha untuk menarik simpati masyarakat kepada PKS. Semua orang tahu siapa kami, dan semua orang tahu bagaimana sikap kami terhadap Palestina.
Kami tidak pernah merasa perlu melakukan kampanye dengan cara begini.
Maaf, jika definisi “partai politik” dalam benak Anda berbeda dengan kami.
Hemat kami, parpol hanyalah satu dari sekian banyak sarana yang dapat
digunakan, mulai dari memberantas korupsi, menyusun regulasi, mendukung
agenda pengentasan kemiskinan, sampai advokasi terhadap perjuangan rakyat
Palestina. Partai kami tidak banyak duit, sehingga kami tidak bisa
mendulang suara dengan cepat lewat jalur money politic. Kami tidak
menjanjikan uang atau nasi bungkus kepada kader-kader kami untuk berkumpul di sekitar Bundaran HI.
Mereka datang jauh-jauh dari Depok, Bogor , bahkan Cimahi dan Majalengka, murni dengan biaya sendiri.
Mereka rogoh kantung sendiri untuk datang dan menunjukkan pada saudara-saudaranya di Palestina bahwa di negeri ini masih banyak yang peduli dengan nasib mereka.
Mereka bahkan diinstruksikan untuk membawa bekal sendiri, meskipun alhamdulillaah sebagian besar berhasil mengkoordinir konsumsi bersama.
Inilah ikatan yang lebih kuat daripada kewarganegaraan, ikatan perjanjian,
ataupun pertalian darah.
Aqidah-lah yang membuat mereka mengesampingkan semua agenda pada hari itu demi membela saudara-saudaranya yang mati dibunuh dan hidup ditindas. Aqidah-lah yang membuat jarak sebentang samudera
bagaikan hanya sejarak uluran tangan saja. Mereka adalah saudara-saudara
kami. Orang tua mereka adalah orang tua kami, dan anak-anak mereka adalah
anak-anak kami. Betapa pedih hati ini memikirkan penderitaan mereka, dan
betapa menderita hati kami karena begitu sedikitnya bantuan yang bisa kami
berikan.
Maaf, barangkali pikiran kami memang demikian terlena dengan korban yang
terus berjatuhan di Palestina. Ketika diminta berkumpul, kami pun menjawab
panggilan itu. Menggunakan atribut partai adalah refleks, karena memang
kami adalah kader partai. Banyak juga kader yang tidak punya atribut partai
dan datang seadanya. Tapi tak mengapa, karena memang kami tidak
mementingkan atribut. Itu hanya refleks semata, sekedar untuk menunjukkan
identitas. Memang pikiran kami terfokus penuh kepada Palestina, sehingga
lupa pada aturan Pemilu. Pasalnya, partai kami ini memang tidak hanya sibuk
menjelang Pemilu. Bagi kami, Pemilu hanyalah satu dari sekian banyak hal
dalam agenda partai. Kampanye kami tidak mesti dengan bendera dan
pengerahan massa , melainkan yang utama adalah dengan pemikiran dan prestasi.
Semua orang tahu siapa kami.
Maaf, saat itu kami memang tak pernah kepikiran tentang Pemilu. Bukan
sekali ini saja kami mengerahkan sekian ribu kader untuk mendukung
Palestina. Jika 7% pemilih pada tahun 2004 yang lalu memilih PKS, maka kami
ingin semua orang tahu bahwa yang 7% itu semuanya mendukung Palestina.
Itulah manfaat atribut bagi kami, lainnya tidak. Palestina menyita banyak
sekali ruang pikiran kami, sehingga perebutan suara di Pemilu esok hari
terlupakan begitu saja. Maaf jika hal ini barangkali sulit dipercaya, namun
demikianlah adanya. Anda tahu siapa kami.
Maaf, kebanyakan diantara kami memang tak bisa memberikan rumah bertingkat,
mobil mewah, atau sekolah keluar negeri bagi anak-anak dan istri kami.
Namun kami berusaha sebisanya untuk menjaga kehangatan keluarga. Kami ikat
keluarga kami, bukan hanya dengan ikatan keluarga, melainkan juga dengan
aqidah. Ayah, istri, dan anak-anak, semuanya turut mendukung dakwah.
Karena mendukung Palestina adalah tuntutan aqidah, maka kami tak sempat lagi
memikirkan Pemilu dan segenap aturannya. Mungkin jika Anda melepaskan
sejenak kacamata politik konvensional yang selalu Anda kenakan itu, Anda
akan paham apa yang kami jelaskan ini.
Maafkan pula jika reaksi kami berbeda dengan persangkaan orang banyak. Anda
punya kekuatan hukum dan politik untuk menjebloskan para qiyadah kami ke
penjara, tapi Anda takkan punya kuasa untuk memadamkan api dakwah. Anda
semestinya belajar dari Mesir, Turki, atau Palestina; negeri-negeri di mana
dakwah tidak pernah (dan takkan) punah. Kami bukan partai picisan yang
hilang akal jika qiyadah kami dipenjara atau dibunuh sekalipun, dan qiyadah
kami bukanlah aktifis kemarin sore yang terkencing-kencing ketakutan diancam dengan terali besi.
Buya Hamka, Sayyid Quthb, Ahmad Yassin dan banyak
mujahid lain telah mengikuti jejak Nabi Yusuf as. yang tak berhenti
berkembang dari balik jeruji. Jika Allah menghendaki para ulama untuk masuk
penjara, itu artinya mereka dipanggil untuk menyendiri bersama-Nya. Insya
Allah ketika sudah lulus dari ‘madrasah penjara’, mereka telah berkembang
menjadi pribadi yang jauh lebih perkasa dan jauh lebih menyeramkan di mata
musuh-musuh Allah.
Maaf, kami memang beda. Tapi kami meminta maaf bukan karena berbeda,
melainkan karena belum berhasil membuat Anda mengerti. Semua orang tahu
siapa kami. Anda pun pasti tahu. Adakalanya kami berbuat kesalahan, lupa
dan lalai, namun hal itu tentunya tak sampai membuat orang lupa siapa kami
ini sebenarnya. Kami takkan berhenti memperjuangkan apa yang selama ini kami perjuangkan, dan melawan apa yang selama ini kami lawan.
Namun kami janji, lain kali akan lebih waspada terhadap tipu daya.
wassalaamu’alaikum wr. wb.
Jikalau kami gugur syahid, dan anda sekalian terus diam membisu dan hanya menyaksikan saja, nantikan hari pembalasan. Kami akan tuntut dari Allah di atas kelembaban kalian semua. Kami tidak akan ridha terhadap kelesuan dan kebisuan anda semua. Kami tidak akan memaafkannya..Doa orang yang teraniaya amat makbul “Ya Allah!! Sebagaimana Engkau Pernah menghantar burung-burung ababil menghancurkan tentera bergajah Musyrikin, maka kami memohon kepada mu Ya Allah……. . turunkan lah bantuan mu kali ini kepada orang orang Islam di GAZA, hancurkanlah rejim zionis..aaamin. ..”
Catatan Kader Partai Keadilan Sejahtera