Get your own layouts & more at Blixy.com :).

Jumat, 06 Maret 2009

Peperangan Kita dan Peperangan Mereka



Genderang perang telah kita tabuh. Panji-panji musuh telah ada di hadapan kita. Kekuatan juga telah kita coba persiapkan sedari awal. Peperangan ini begitu besar, sehingga harus menyita seluruh perhatian kita. Rasanya berat, menyiapkan bekal dari kondisi yang tidak menentu dan dari pilihan-pilihan yang serba sulit. Kita terlalu kecil, untuk tujuan yang besar. Kita terlalu sedikit untuk sebuah kemenangan yang mulia. Musuh-musuh kita jauh lebih besar dari sebelumnya. Kita harus berperang dengan kekuatn yang tidak berimbang.
Namun kita belajar banyak hal dalam peperangan kali ini. Jumlah bukan ukuran kekuatan. Seringkali golongan yang sedikit mengalahkan golongan yang banyak. Walaupun kita tidak menafikan hitungan matematis dalam tiap pertempuran itu. Sejarah telah membuktikannya. Perang Badar. Jumlah mereka sedikit, 314 orang mukmin yang akan bertempur melawan 1000 orang kafir. Namun mereka berhasil memenangkan peperangan itu dengan gemilang. Perang Khandaq. Peperangan besar dengan kadar payah yang amat sangat. Begitu indahnya diceritakan dalam sejarah. Tapi generasi-generasi itu begitu tangguh mengukir sejarah-sejarah keemenangan. Dari merekalah juga kita belajar untuk berani mencita-citakan kemenangan.
Peperangan mereka adalah darah, pedang, panah dan airmata. Perang kita tenaga, waktu dan doa. Perang mereka adalh gemerincing pedang beradu, perisai dan kepul debu Hunain. Perang kita adalah peperangan dalam medan politik, dan kita menyebutnya jihad siyasi. Mungkin jauh berbeda. Tapi esensinya sama. Dari peperangan ini kita di uji. Dari peperangan ini kita juga belajar tentang kesetiaan. Tidak ada baiat yang kita ucapkan, tetapi keteguhan yang akan kita dendangkan. Banyak yang lari sebelum pertempuran ini dimulai, banyak juga yang akan berjatuhan dalam peperangan ini. Perang adalah ujian keikhlasan dalam perjuangan. Bahwa hanya orang-orang yang kuat dan sabar yang akan diberikan kemenangn oleh Allah. Hanya orang-orang yang setia lah yang layak memimpin negeri ini. Dan pastikan kita ada dalam barisan orang-orang itu. Semoga.

Pahlawan Itu Bernama Ahmad Yasin



Ia pemuda biasa yang tidak seperti kebanyakan pemuda di zamannya. Matanya tajam terhunus penuh visi pembebasan. Pembebasan tanah airnya tercinta, Palestina. Tanah yang telah lama dicaplok Yahudi. Ia pemuda yang punya visi dan semangat yang besar. Ia adalah pemuda yang rela mengorbankan apapun yang ia miliki demi lkehormatan negaranya. Perkenalkan nama pemuda itu….Ahmad Yasin.

Di sebuah mukhayam pemuda yang diadakan di tepi pantai Gaza, pemuda-pemuda itu saling berlomba sebelum penutupan kegiatan itu. Berlomba ketahanan fisik untuk berdiri dengan kepala. Lihatlah pemuda itu, ia tetap berdiri dengan kokoh di atas kepalanya sambil tetap memaksakan senyumya. Para sahabatnya dibuatnya terpana dengan ketahannan fisiknya yang luar biasa. Namun akhirnya ia jatuh dan itu membuatnya lumpuh untuk selama-lamanya. Namun semangatnya tidak pernah lumpuh bersama fisiknya yang harus di papah dengan kursi roda. Matanya masih tetap menyala dengan semangat pembebasan. Perkenalkan nama pemuda itu….Ahmad Yasin.

Semangatnya untuk terus melakukn perbaikan di negerinya membuat ia menjadi seorang guru. Semangatnya mengalir ditiap kata-katanya yang terbata-bata. Membakar jiwa-jiwa muda mulia. Kekuatan jiwanya begitu besar, membuat setiap kata-katanya menggelora. Membangkitkan semangat perlawanan. Perlawanan yang mereka mulai dari bebatuan. Yang pada akhirnya menjadi sebuah kekuatan besar yang diperhitungkan dunia. Yang membuat kerongkongan-kerongkongan Bangsa Yahudi menjadi sesak. Dan terus mengalir bersama gerakan Harakatut Muqawwamah al Islamiyah (HAMAS) di Palestina. Dialah pahlawan itu. Pahlawan dari kursi roda. Dan perkenalkan namanya….Ahmad Yasin.

Cinta

Love
Does not begin and end the way we seem to think it does.
Love is a battle,
Love is a war,
Love is honesty growing up

Menjadi Bintang


Aku ingin menjadi bintang
Di sepertiga malam yang sepi
Tinggi dan berkilau indah
Memberi cahaya yang kaya makna

Aku ingin menjadi bintang
Di batas cakrawala senja
Nun jauh namun penuh pesona
Yang tak habis walau fajar mengganti

Aku ingin menjadi bintang
Di mega-mega mayapada
Gemerlap melembutkan jiwa
Bagai cinta rembulan pada angkasa

Aku ingin menjadi bintang
Aku ingin menjadi terang
Penenang bagi hati-hati yang gamang

Profesionalisme

Dunia dakwah bukanlah semata dunia kata-kata, dunia yang bermain di tataran retorika, namun dunia yang penuh dengan dinamika. Mengusung sebuah misi peradaban, membawa perubahan di tengah tantangan. Kita tidak hanya ingin merubah wajah-wajah pribadi, tetapi ingin merubah wajah perdaban, wajah dunia.
Ini adalah momentum sejarah yang sedang kita rangkai kembali. Karena hidup hanyalah merupakan pengulangan-pengulangan sejarah masa lalu. Dan kita yang lahir dan dibesarkan di jalan dakwah ini diberi kehormatan untuk mengulang sejarah itu, sejarah besar kebangkitan Islam. Seperti yang telah dirintis oleh para Nabi, Rasul, dan para Sahabat serta generasi-generasi pertama yang telah mengukir kemenangan dakwah ini.
Membangun kehidupan Islami adalah cita-cita dakwah kita. Dan ini bukan pekerjaan mudah. Pekerjaan yang butuh waktu yang panjang yang pastinya sangat melelahkan, -butuh sumber daya manusia yang siap mengusungnya, butuh dukungan finansial, konsep, metode dan sistematika perjuangan yang jelas serta komitmen yang kokoh. Butuh organisasi yang solid dan kepemimpinan yang matang untuk memenangkan dakwah ini. Butuh pemikiran-pemikiran yang inovatif, ide-ide yang berkesinambungan dan profesionalisme kita dalam setiap marhalah-marhalahnya.
Profesionalisme dalam dakwah berarti menyiapkan segala bekal yang kita miliki untuk menempuh jalan ini. Profesionalisme dalam hubungan kita kepada Allah maupun profesionalisme dalam hubungan kita dengan objek dakwah kita. Profesionalisme kita kepada sang Khalik yang saya sebut sebagai profesionalisme ukhrawi adalah bagaimana kita senantiasa memperbarui niatan kita setiap saat untuk senantiasa mengharap ridha-Nya. Sehingga setiap tantangan dan pengorbanan dalam dakwah ini akan terasa menjadi nikmat yang tidak tertandingi nantinya.
Sementara profesionalisme kita terhadap objek dakwah kita adalah bagaimana kita menyiapkan bekal-bekal keilmuan, stok kesabaran dan keikhlasan dalam interaksi kita dengan objek dakwah kita. Sehingga nantinya kita betul-betul memahami dunia yang sedang kita jalani. Dunia yang penuh perjuangan, dunia memberi bukan meminta, dunia yang sepi puja puji, dunia yang penuh onak duri.
Hingga pada akhirnya kita akan mengawalinya dengan keikhlasan dalam kerja-kerjanya, menyiraminya dengan keistiqamahan, dan merawatnya dengan do’a-do’a kita. Hingga Allah mendatangkan ketetapan-Nya untuk memenangkannya di tangan-tangan kita. Agar nantinya proyek peradaban ini mampu menciptakan taman kehidupan dimana bunga-bunga kebaikan, kebenaran dan keindahan tumbuh bersemi. Dan taman itulah yang kelak menjadi saksi dan sejarah peradaban manusia baru.
“ Dan demikianlah Kami jadikan kamu sebagai umat pertengahan, supaya Kami menjadi saksi atas manusia dan supaya Rasul itu (Muhammad SAW) menjadi saksi atas kamu sekalian “ ( Q.S. Al Baqarah : 143 )
Wallahu a’lam

Mari Beriman Sesaat


Saudaraku, tanpa terasa kita semakin jauh berlayar mengarungi samudra kehidupan bersama ‘perahu’ dakwah ini. Perjalanan yang melelahkan. Melelahkan fisik kita, melelahkan jiwa-jiwa kita dengan goncangan-goncangan ombak yang kadang mempermainkan kita di tengah samudra hidup yang luas ini. Kadang kecipak-kecipak kecilnya menghantam tepian perahu kita. Banyak yang telah kita lalui dan banyak yang telah kita raih. Namun, masih banyak pelabuhan-pelabuhan yang belum sempat kita singgahi. Banyak yang masih kita keluhkan ; ombak yang menghambat laju perahu, suara bising mesin yang memekakkan telinga dan masih banyak lagi. Di lain sisi, tidak sedikit pelabuhan-pelabuhan yang kita lewatkan begitu saja, banyak pemandangan indah yang tidak sempat kita potret, dan masih banyak lagi yang belum sempat kita lakukan.
Saudaraku, dakwah ini adalah sebuah proyek besar. Sebuah proyek Ilahiyah yang kita usung. Butuh energi lebih untuk dapat menunaikan misi ini. Tentulah ini bukan pekerjaaan ringan yang sangat melelahkan, membutuhkan waktu yang panjang, yang melampaui umur-umur individu maupun umur generasi.
Maka marilah kita berhenti sejenak. Melepaskan semua rasa lelah itu. Menajamkan kembali mata hati kita yang aus terkikis selama perjalanan ini. Untuk menyiapkan semangat dan ruh baru kita. Untuk membuka kembali peta perjalanan 'perahu’ kita ini dalam bilik-bilik peristerahatan yang bisa menjadi oase penyegar kita. Kita butuh itu, karena kadangkala jiwa-jiwa kita kalah oleh keadaan. Dan kita menyebutnya majelis iman. Majelis tempat kita memperbarui keimanan kita, men-charge ruhiyah kita dengan tadzkirah dan tausyiah penyegar. Majelis para sahabat-sahabat yang telah mengukir sejarah Islam dengan tinta dan darahnya. Mari bersama kita perbarui kualitas keimanan kita. Dengan sedikit siraman ‘air garam’ nasihat di atas tubuh kita. Jikalau di dalam tubuh kita ada luka maka akan terasa perih dan sakit, kalau tubuh ini lelah, maka siraman ‘air garam’ tausyiah ini justru menyegarkan.
Saudaraku, memang begitulah manusia. Kita butuh siraman-siraman yang menyegarkan. Saat menghadapi berbagai masalah, kita butuh oase penyegar jiwa. Sentuhan yang membangkitkan dan nasihat yang menggugah. Begitupun dalam dakwah ini. Kita butuh pengingat agar tetap istiqamah.
“ Fadzakkir, fainna dzikra tanfa’ul mu’minin... Berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
Dan akhirnya beginilah kemudian kita memahami mengapa para sahabat Rasulullah selalu menyerukan “ Hayya najlis ma’anaa nu’minuu saa-atan”. Mengapa majelis-majelis ini begitu dirindukan mereka. Karena disini, dari majelis ini peradaban itu dibangun. Karena disini, dari majelis ini kita menyusun kembali gagasan-gagasan besar kita untuk membangun kejayaan Islam. Menjadikan Islam sebagai Ustadzun Alamiyah. Hingga nanti Allah memenuhi janji-Nya untuk memenangkan dakwah ini.
Wallahu a’lam

Menepikan Masalah Dalam Dakwah


Setiap kita pasti pernah mempunyai masalah. Masalah adalah bagian yang sudah tidak terpisahkan lagi dalam kehidupan manusia. Entah itu masalah dari diri pribadi, masalah keluarga, masalah keuangan, masalah pekerjaan, masalah dakwah dan lain sebagainya. Masalah sudah terlalu akrab dengan diri manusia. Namun, kita tidak harus merasa sedih dengan masalah yang kemudian kita alami. Berbahagialah. Sebab, jika kita memiliki masalah itu artinya Allah masih memberi kepercayaan kepada kita untuk menyelesaikan masalah tersebut. Allah tidak akan pernah membebani kita dengan masalah yang tidak sanggup kita pikul. “ Laa yukalifullahu nafsan illa wus-aha…”
Oleh karena itu Laa tahzan, innallaha ma’ aana... janganlah bersedih karena Allah bersama kita. Janganlah pernah bersedih karena masalah yang akan mendewasakan kita, yang membuat kita makin mengerti tentang hidup,dan untuk apa kita hidup. Masalah adalah proses pembelajaran karena dunia adalah sekolah hidup kita. Dan kita harus menjadi pahlawan-pahlawan besar dalam hidup ini.
Pahlawan sejati adalah orang yang dapat menyelesaikan pekerjaan besarnya dengan cara yang cepat, akurat dan dengan hasil yang tepat. Karena itu jika kita dapat memahaminya, menghadapi, menyelesaikan dan menuntaskan masalah kita, itulah kebahagiaan terbesar kita.
Kita akan memasuki pekerjaan yang besar. Sebuah proyek Rabbaniyah. Memasuki taman-taman surgawi di dunia. Siapkan diri kita. Membebaskan diri dari setiap masalah yang tidak relevan dan akan mengganggu kerja-kerja kita dalam mega proyek ini itulah yang utama yang harus kita lakukan. Buang jauh-jauh masalah-masalah kita dengan menyioapkan hati dan motivasi. Jadilah orang yang selalu bisa berkata…Ya Rabb, sungguh berat memang beban yang Engkau titipkan kepadaku, maka kuatkanlah pundakku agar aku bisa memikul amanah ini. Bukan orang yang kemudian meminta agar beban-bebannya dikurangi dan pada akhirnya menjadi orang yang tidalk siap menceburkan diri dalam taman-taman Ilahiyah ini.
Wallahu a’lam.

Telah...


Telah kutinggalkan luka
Di atas sajadah cinta-Mu
Telah kuhanyutkn duka
Pada kasih-Mu yang menglir jauh

Telah kucatatkan lewat angin membadai
Tentang segala cerita
Yang terhampar ditiap jengkal
Doa-doa bersama cintaku pada-Mu

Dakwah itu...Totalitas


Betapa saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah ungkapan yang menyiratkan konsekwensi akan jalan dakwah yang telah kita pilih menjadi orientasi dalam hidup ini. Sebuah kalimat yang keluar dari lisan kreator dakwah Imam Syahid Hasan Al-Banna,

Dakwah ini tidak mengenal sikap ganda. Ia hanya mengenal satu sikap, TOTALITAS!!! Siapa yang bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama dakwah, dan dakwah pun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barangsiapa yang lemah dalam memikul amanah ini, ia terhalang dari pahala besar mujahid dan tertinggal bersama orang-orang yang duduk. Lalu Alloh akan mengganti mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan lebih sanggup memikul beban dakwah ini”.

Menjadi prinsip umum yang kita fahami dalam aktifitas dakwah, bahwa apabila kita telah memilih dakwah menjadi panglima dalam setiap gerak dan langkah hidup kita, maka yang selanjutnya harus kita miliki dalam merentasi jalannya adalah sikap hidup yang totalitas. Imam syahid telah menggariskan satu dari prinsip dakwah ini dalam rukun bai’at yang sepuluh yang ia wakilkan dengan kata tajarud.

Mencoba menyelami samudera hikmah dari prinsip ini, betapa Imam syahid memiliki pemahaman terhadap jalan dakwah yang mulia ini. Bahwa di antara beragam pilihan hidup dan warna-warninya, maka dakwah adalah satu di antaranya yang dapat kita pilih. Terserah kepada kita, apakah kita memilihnya, atau mencampakannya untuk beralih pada pilihan orientasi aktifitas kehidupan yang lain. Pilihannya hanya ada dua dan tidak ada yang ketiga. Masuk dan melebur secara totalitas di dalamnya, atau tinggalkan semuanya. Tidak ada pilIhan untuk memilih di antara keduanya pada sebagiannya saja. Untuk dakwah segini, untuk selainnya segitu, tidak sekali-kali tidak.

Maka dakwah, untuk selanjutnya adalah pengorbanan (tadhiyah), sebagai konsekwensi dari totalitas (tajarud). Bahwa ia adalah pilihan sempurna kita terhadap cita-cita perjuangan. Pun terkadang ia akan berbenturan dengan sebentuk harapan dan cita-cita kita yang lain, menjadi niscaya untuk kita agar tetap menjadikan dakwah sebagai seutama orientasi dan permulaan misi, dalam segala peran dan status apapun, di waktu kapanpun. Maka keluarlah kalimat yang terkenal itu, Nahnu du’at qobla kulli syai’in, Bahwa kita adalah da’i sebelum segala sesuatu, begitu, dan selamanya harus selalu seperti itu. Oleh karena itu tadhiyah atau pengorbanan adalah salah satu hal yang menjadi niscaya dalam hidup kita. Pengorbanan yang bukan hanya sedikit saja, tapi pengorbanan yang banyak, sebanyak apapun yang kita miliki. Sebanyak apa yang kita rasakan dari dua frase yang sering di ulang-ulang dalam Al-Qur’an tentang harga dari sebuah pengorbanan di jalan Alloh, bi amwaal wa anfuus, dengan harta dan jiwa. Ya, pengorbanan agung yang sering di ulang-ulang itu adalah pengorbanan dengan harta, pula dengan jiwa. Sudahkan kita mempersembahkan kedua pengorbanan itu dalam tingkat yang optimal seperti yang Alloh maksudkan. Pengorbanan harta berarti menjadikan amanah harta yang kita miliki menjadi bekal yang kita sumbangkan bagi dakwah ini. Dan pengorbanan jiwa berarti kerelaan kita untuk menjadikan nyawa ini sebagai harga dari syurga atau kemenangan bagi Islam yang mulia. Maka demi merenungi dua frase yang menjadi bentuk pengorbanan dalam dakwah yang sudah Alloh gariskan dalam Al-Qur’an, kelihatannya apa yang kita lakukan belumlah apa-apa. Kita memang bukan seorang Abu Bakar yang telah menginfakkan seluruh hartanya untuk Alloh dan rosul-Nya di jalan dakwah, dan tidak sedikitpun menyisakan untuk diri dan keluarganya. Kitapun mungkin tidak sanggup seperti Umar yang “hanya” berani menyisihkan separuh perbendaharaan harta yang dimiliki untuk perkembangan dakwah ini. Tidak, kita tidak akan sanggup menyamai prestasi mereka dalam segala apapun konteksnya.

Oleh karena itu ikhwan wa akhwat fillah, mari kita coba bercermin diri atas seberapa banyakkah pengorbanan yang kita berikan bagi dakwah ini. Saya tidak mencoba membawa tema diskusi pengorbanan ini dalam konteks harta apalagi jiwa seperti suatu tabiat perjuangan yang di tegaskan dalam Al-Qur’an bukan hanya sekali itu. Belum, kita belum sanggup untuk berbicara mengenai standar harta dan jiwa sebagai harga niscaya yang harus kita persiapkan demi menyongsong kemuliaan anugerah syurga atau kehidupan mulia di dunia. Karena pengorbanan kita sampai detik ini hanya memprasyaratkan waktu dan tenaga yang tidak seberapa demi aktifitas dakwah yang kita rentasi ini. Itupun banyak dari kita yang lebih sering menjalankan hanya dalam skala yang minimal saja. Berapa banyak porsi waktu, tenaga, maupun perhatian yang kita curahkan demi perkembangan dakwah ini. Yang ada, tiap kali ada tugas yang ada sangkut pautnya dengan dakwah yang di berikan oleh mas’ul dakwah kita, kita lebih sering berapologi dengan menjadikan kuliah atau hal lain sebagai “pembenar” atas tindakan kontraproduktif kita dalam dakwah. “Afwan akh, ane lagi sibuk ngerjain tugas, terus praktikum, terus ada kuis, terus ini, terus itu, jadi ngga bisa nyelesein tugas dakwah yang antum berikan. Ane minta toleransi waktu beberapa hari lagi ya”, begitu mungkin fenomena yang sering terjadi. Sebenernya saya pun tidak melihat fenomena itu menjadi suatu masalah, karena memang kita tengah dalam tahapan pembelajaran penyeimbangan peran. Tapi menjadi permasalahan ketika pada kesempatan selanjutnya, setelah masa toleransi waktu habis, maka yang terlontar lagi-lagi apologi, “Afwan akh, beberapa hari ini ternyata ane harus ini dan harus itu, jadinya tugas yang dari antum belum juga dapat diselesaikan”. Namun, dari apologi yang diilustrasikan di atas pun masih saya sangat syukuri. Karena minimal aktifitas penghambatnya masih terhitung produktif, yaitu tentang tugas dan kepentingan perkuliahan. Asal jangan waktu-waktu itu terisikan dengan perbuatan-perbuatan sia-sia yang sama sekali tidak ada manfaatnya, banyak menonton tv misalnya, atau banyak santai dan berleha-leha, istirahat dan tidur yang berlebihan, dan lain-lain. Tapi jika hal-hal seperti itu masih terjadi dalam kehidupan dakwah antum, maka sepertinya harus ada yang harus dibenahi mengenai pemahaman antum tentang dakwah.

Ikhwan wa akhwat fillah, sungguh dakwah ini meniscayakan pengorbanan. Dan satu wujud pengorbanan dan sangat mungkin untuk kita praktikkan adalah pengorbanan pencurahan perhatian baik waktu maupun tenaga untuk dakwah ini. Dalam kesendirian antum, dalam keluangan waktu antum, dalam roda kesibukan aktifitas antum, dalam segala apapun jenak kehidupan antum, jangan biarkan ia terlengah dari orientasi dakwah. Pun bagi antum yang sampai saat ini masih memiliki banyak waktu luang. Daripada antum tidur atau menonton acara tv yang kontraproduktif, saya pikir akan sangat lebih baik bagi antum ketika antum mencoba memikirkan dakwah ini. Atau minimal, antum bisa membaca dan menghafal qur’an, melahap buku, melakukan silaturrahim dakwah atau apapun yang bernilai positif, bagi antum maupun bagi dakwah. Terutama waktu-waktu “rawan” seperti habis shubuh, jangan biarkan ia tersia dengan kembalinya antum ke peraduan yang berselimutkan kelelapan. Karena salah satu hal yang di ajarkan Rosul sang tauladan adalah memproduktifkan waktu di saat-saat waktu ini. Bahkan Rosul berdoa khusus kepada Alloh untuk memberkahi umat Islam ketika di waktu paginya. Tentunya keberkahan yang turun berbarengan dengan kesungguhan dalam bergerak, bukan dalam diam, apalagi dalam tidur yang lelap. Maka kata kunci dalam pengorbanan di jalan dakwah hanya satu, tidak lain dan tidak bukan ialah jiddiyah, atau kita kenal dengan kesungguhan. Maka ikhwah, mari kita berlomba, dalam pengorbanan, dalam kesungguhan, bukan dalam hal bermalas-malasan.

Kami berbaiat kepada Rasulullah SAW pada Bai’atul Harbi untuk mendengar dan setia, baik pada waktu susah mupun senang, tidk akan berpecah belah, akan mengatakan kebenaran di mana saja berada, dan tidak akan takut kepada siapapun di jalan Allah (Biat Aqabah II)

Kamis, 05 Maret 2009

Maaf, Jika Kami Berbeda (Catatan Seorang Kader)


Assalaamu’alaikum wr. wb.

Maaf, kami bukan partai murahan seperti itu. Sebelum jadi partai pun kami

sudah aktif dalam aksi-aksi kemanusiaan, apalagi untuk Palestina. Jauh

sebelum itu, para qiyadah kami sudah menggadai nyawa demi Palestina. Bagi

kami, Al-Quds bukan di seberang lautan, melainkan sejarak uluran tangan.

Memang hanya sedikit yang bisa kami lakukan, namun Allah Maha Teliti

perhitungan- Nya.


Maaf, seandainya yang kami lakukan tempo hari itu dianggap kampanye. Jika

kampanye adalah berkumpul, hura-hura, bersorak-sorai, sambil mengenakan

atribut partai, maka kami bukanlah partai yang menggantungkan diri pada hal

tersebut. Kami hanyalah sekelompok hamba Allah yang sederhana dan mudah

dikenali. Jangankan dengan atribut partai, tanpa atribut pun biasanya orang

mudah mengenali kami.


Kata Al-Qur’an, tidak ada shibghah yang lebih kental daripada shibghah

Allah. Sudah pernahkah Anda mendengar kata ini? Jika kaus putih Anda

berwarna merah setelah dicelup dalam cairan pewarna merah, itulah shibghah.

Iman memang letaknya di dalam hati, namun tak mungkin sepenuhnya

disembunyikan. Adakalanya hati ini bangkit ‘izzah-nya dan meluap-luap

sampai orang-orang bisa melihatnya dari sorot mata, gurat senyum, dan tangan

yang terkepal.

Maaf, kami memang tak pernah mementingkan atribut. Atribut apa pun yang

dipakai, orang bilang kami ini begitu mudah dikenali. Kami hanya berdoa,

itulah shibghah Allah; yang lebih kentara warnanya daripada warna-warni

lainnya.


Kami sadar bahwa kami hidup di tengah-tengah peradaban yang begitu

mementingkan atribut. Dengan atribut pun media massa masih tidak adil

terhadap umat Islam; seolah-olah umat ini tak pernah memeras keringat demi

negara. Masih ada saja yang bilang, “Buat apa mengurusi Palestina,

sementara negeri sendiri ditelantarkan? ” Sebagian diantara kami

berkesimpulan bahwa inilah yang terjadi jika atribut ditanggalkan.

Orang tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu) bahwa kami pun ikut menyumbang negeri ini dengan darah, keringat, dan air mata. Oleh karena itu, kami pun tak berani meremehkan atribut.

Maaf, pikiran kami tak pernah sampai ke tempat yang Anda-Anda bicarakan.

Beberapa hari sebelum aksi itu, SMS bertebaran. Salah satu SMS yang kami

terima berbunyi : “Kerahkan semua tenaga demi Palestina! Sumbangkan waktu,

tenaga, suara dan hartamu untuk jihad! Ikutilah aksi demonstrasi mendukung

Palestina, dari Bundaran HI sampai Kedubes Amerika pada 02/01/09! Kenakan

atribut partai, tunjukkan bahwa kader PKS bulat suaranya mendukung

saudara-saudara kita di Palestina!” Sebagian SMS yang lain nadanya lebih

formil, namun kurang lebih seperti itu. Tak sekalipun terdengar seruan

untuk mendulang suara dari melayangnya nyawa para syuhada di Palestina.

Tak ada secuil pun usaha untuk menarik simpati masyarakat kepada PKS. Semua orang tahu siapa kami, dan semua orang tahu bagaimana sikap kami terhadap Palestina.

Kami tidak pernah merasa perlu melakukan kampanye dengan cara begini.

Maaf, jika definisi “partai politik” dalam benak Anda berbeda dengan kami.


Hemat kami, parpol hanyalah satu dari sekian banyak sarana yang dapat

digunakan, mulai dari memberantas korupsi, menyusun regulasi, mendukung

agenda pengentasan kemiskinan, sampai advokasi terhadap perjuangan rakyat

Palestina. Partai kami tidak banyak duit, sehingga kami tidak bisa

mendulang suara dengan cepat lewat jalur money politic. Kami tidak

menjanjikan uang atau nasi bungkus kepada kader-kader kami untuk berkumpul di sekitar Bundaran HI.

Mereka datang jauh-jauh dari Depok, Bogor , bahkan Cimahi dan Majalengka, murni dengan biaya sendiri.

Mereka rogoh kantung sendiri untuk datang dan menunjukkan pada saudara-saudaranya di Palestina bahwa di negeri ini masih banyak yang peduli dengan nasib mereka.

Mereka bahkan diinstruksikan untuk membawa bekal sendiri, meskipun alhamdulillaah sebagian besar berhasil mengkoordinir konsumsi bersama.

Inilah ikatan yang lebih kuat daripada kewarganegaraan, ikatan perjanjian,

ataupun pertalian darah.

Aqidah-lah yang membuat mereka mengesampingkan semua agenda pada hari itu demi membela saudara-saudaranya yang mati dibunuh dan hidup ditindas. Aqidah-lah yang membuat jarak sebentang samudera

bagaikan hanya sejarak uluran tangan saja. Mereka adalah saudara-saudara

kami. Orang tua mereka adalah orang tua kami, dan anak-anak mereka adalah

anak-anak kami. Betapa pedih hati ini memikirkan penderitaan mereka, dan

betapa menderita hati kami karena begitu sedikitnya bantuan yang bisa kami

berikan.


Maaf, barangkali pikiran kami memang demikian terlena dengan korban yang

terus berjatuhan di Palestina. Ketika diminta berkumpul, kami pun menjawab

panggilan itu. Menggunakan atribut partai adalah refleks, karena memang

kami adalah kader partai. Banyak juga kader yang tidak punya atribut partai

dan datang seadanya. Tapi tak mengapa, karena memang kami tidak

mementingkan atribut. Itu hanya refleks semata, sekedar untuk menunjukkan

identitas. Memang pikiran kami terfokus penuh kepada Palestina, sehingga

lupa pada aturan Pemilu. Pasalnya, partai kami ini memang tidak hanya sibuk

menjelang Pemilu. Bagi kami, Pemilu hanyalah satu dari sekian banyak hal

dalam agenda partai. Kampanye kami tidak mesti dengan bendera dan

pengerahan massa , melainkan yang utama adalah dengan pemikiran dan prestasi.


Semua orang tahu siapa kami.

Maaf, saat itu kami memang tak pernah kepikiran tentang Pemilu. Bukan

sekali ini saja kami mengerahkan sekian ribu kader untuk mendukung

Palestina. Jika 7% pemilih pada tahun 2004 yang lalu memilih PKS, maka kami

ingin semua orang tahu bahwa yang 7% itu semuanya mendukung Palestina.

Itulah manfaat atribut bagi kami, lainnya tidak. Palestina menyita banyak

sekali ruang pikiran kami, sehingga perebutan suara di Pemilu esok hari

terlupakan begitu saja. Maaf jika hal ini barangkali sulit dipercaya, namun

demikianlah adanya. Anda tahu siapa kami.

Maaf, kebanyakan diantara kami memang tak bisa memberikan rumah bertingkat,

mobil mewah, atau sekolah keluar negeri bagi anak-anak dan istri kami.

Namun kami berusaha sebisanya untuk menjaga kehangatan keluarga. Kami ikat

keluarga kami, bukan hanya dengan ikatan keluarga, melainkan juga dengan

aqidah. Ayah, istri, dan anak-anak, semuanya turut mendukung dakwah.

Karena mendukung Palestina adalah tuntutan aqidah, maka kami tak sempat lagi

memikirkan Pemilu dan segenap aturannya. Mungkin jika Anda melepaskan

sejenak kacamata politik konvensional yang selalu Anda kenakan itu, Anda

akan paham apa yang kami jelaskan ini.


Maafkan pula jika reaksi kami berbeda dengan persangkaan orang banyak. Anda

punya kekuatan hukum dan politik untuk menjebloskan para qiyadah kami ke

penjara, tapi Anda takkan punya kuasa untuk memadamkan api dakwah. Anda

semestinya belajar dari Mesir, Turki, atau Palestina; negeri-negeri di mana

dakwah tidak pernah (dan takkan) punah. Kami bukan partai picisan yang

hilang akal jika qiyadah kami dipenjara atau dibunuh sekalipun, dan qiyadah

kami bukanlah aktifis kemarin sore yang terkencing-kencing ketakutan diancam dengan terali besi.

Buya Hamka, Sayyid Quthb, Ahmad Yassin dan banyak

mujahid lain telah mengikuti jejak Nabi Yusuf as. yang tak berhenti

berkembang dari balik jeruji. Jika Allah menghendaki para ulama untuk masuk

penjara, itu artinya mereka dipanggil untuk menyendiri bersama-Nya. Insya

Allah ketika sudah lulus dari ‘madrasah penjara’, mereka telah berkembang

menjadi pribadi yang jauh lebih perkasa dan jauh lebih menyeramkan di mata

musuh-musuh Allah.


Maaf, kami memang beda. Tapi kami meminta maaf bukan karena berbeda,

melainkan karena belum berhasil membuat Anda mengerti. Semua orang tahu

siapa kami. Anda pun pasti tahu. Adakalanya kami berbuat kesalahan, lupa

dan lalai, namun hal itu tentunya tak sampai membuat orang lupa siapa kami

ini sebenarnya. Kami takkan berhenti memperjuangkan apa yang selama ini kami perjuangkan, dan melawan apa yang selama ini kami lawan.

Namun kami janji, lain kali akan lebih waspada terhadap tipu daya.

wassalaamu’alaikum wr. wb.

Jikalau kami gugur syahid, dan anda sekalian terus diam membisu dan hanya menyaksikan saja, nantikan hari pembalasan. Kami akan tuntut dari Allah di atas kelembaban kalian semua. Kami tidak akan ridha terhadap kelesuan dan kebisuan anda semua. Kami tidak akan memaafkannya..Doa orang yang teraniaya amat makbul “Ya Allah!! Sebagaimana Engkau Pernah menghantar burung-burung ababil menghancurkan tentera bergajah Musyrikin, maka kami memohon kepada mu Ya Allah……. . turunkan lah bantuan mu kali ini kepada orang orang Islam di GAZA, hancurkanlah rejim zionis..aaamin. ..”

Catatan Kader Partai Keadilan Sejahtera

Azzam


Tiap detik menjalar mengikuti alurnya
Tak kan pernah mundur barang selangkahpun
ataupun maju lebih cepat dari seharusnya
Biarkan azzam ini kuat merengkuh langit
Karena dari azzamlah kekuatan hati muncul menggerakkan langkah kaki
Azzam yang kuat lebih berharga dari harta yang melimpah
dari azzam yang kuat muncul orang2 dengan militansi tinggi
yang meski usianya tak panjang
gerak langkah perjuangan atas azzamnya akan terus melanglang ke penjuru dunia
hingga mengetuk pintu langit ...


Jangan biarkan hati ini lelah
jangan biarkan kaki ini berhenti melangkah...

Setelah kamu berazzam, maka hendaklah bertawakal kepada Allah

Cinta Itu...

Semakin dikejar, semakin lari.
Tapi jika dibiarkan terbang,
dia akan datang disaat kamu tidak mengharapkannya.
Cinta dapat membuatmu bahagia tapi sering juga membuat bersedih,
tapi cinta akan terasa berharga jika diberikan
kepada seseorang yang menghargainya.
Jadi jangan terburu-buru dan pilih yang terbaik.

Cinta bukan bagaimana menjadi pasangan
yang “sempurna” bagi seseorang. Tapi bagaimana
menemukan seseorang yang dapat membantumu
menjadi dirimu sendiri.

Jangan pernah mengatakan “I love you” jika kamu tidak peduli.
Jangan pernah membicarakan perasaan yang tidak pernah ada.
Jangan pernah menyentuh hidup seseorang
jika hal itu akan menghancurkan hatinya.
Jangan pernah menatap matanya kalau semua yang kamu lakukan hanya
berbohong.

Hal paling kejam yang seseorang lakukan kepada
orang lain adalah membiarkannya jatuh cinta,
sementara kamu tidak berniat untuk
menangkapnya…

Cinta bukan “Ini salah kamu”, tapi “Ma’afkan aku”.
Bukan “Kamu dimana sih?”, tapi “Aku disini”.
Bukan “Gimana sih kamu?”, tapi “Aku ngerti kok”.
Bukan “Coba kamu gak kayak gini”, tapi “Aku cinta
kamu seperti kamu apa adanya”.

Kompatibilitas yang paling benar bukan diukur
berdasarkan berapa lama kalian sudah bersama
maupun berapa sering kalian bersama, tapi apakah
selama kalian bersama, kalian selalu saling mengisi
satu sama lain dan saling membuat hidup yang
berkualitas.

Kesedihan dan kerinduan hanya terasa selama
yang kamu inginkan dan menyayat sedalam yang
kamu ijinkan. Yang berat bukan bagaimana
caranya menanggulangi kesedihan dan kerinduan
itu, tapi bagaimana belajar darinya.

Caranya jatuh cinta: jatuh tapi jangan terhuyung-
huyung, konsisten tapi jangan memaksa, berbagi
dan jangan bersikap tidak adil, mengerti dan
cobalah untuk tidak banyak menuntut, sedih tapi
jangan pernah simpan kesedihan itu.

Memang sakit melihat orang yang kamu cintai
sedang berbahagia dengan orang lain tapi lebih
sakit lagi kalau orang yang kamu cintai itu tidak
berbahagia bersama kamu.

Cinta akan menyakitkan ketika kamu berpisah
dengan seseorang lebih menyakitkan apabila kamu
dilupakan oleh kekasihMu, tapi cinta akan lebih
menyakitkan lagi apabila seseorang yang kamu
sayangi tidak tahu apa yang sesungguhnya kamu
rasakan.

Yang paling menyedihkan dalam hidup adalah
menemukan seseorang dan jatuh cinta, hanya
untuk menemukan bahwa dia bukan untuk kamu
dan kamu sudah menghabiskan banyak waktu
untuk orang yang tidak pernah menghargainya.
Kalau dia tidak “worth it” sekarang, dia tidak akan
pernah “worth it” setahun lagi ataupun 10 tahun
lagi. Biarkan dia pergi…

nah…cinta seperti apakah yang kita inginkan?

Semoga cinta kita HANYA untuk dan KARENA Allah sajaaaaa…

Bayangan Itu


Aku melihat bayangan dalam cermin

Yang retak terbelah

Bayangan yang kulihat sewindu tahun lalu

Begitu bercahaya seiring derap langkahnya

Yang dalam kisahnya

Kumelihat ia tertawa

Lepas mengangkasa

Bayangannya ikut terbelah

Seiring kisah dalam sekilas langkahnya

Ia masih tetap biasa

Tak luar biasa

Dan dalam hari yang luar biasa

Ia sedang melangkah menuju hari biasa

Yang akan ditemui

Seperti biasanya ....

Di bawah cahaya bulan menuju cinta-Nya

Ia yang berharap penuh

Dan berjanji

Tak akan pernah terbiasa

Sungguh

Ia berharap maaf atas tak sempurnanya cinta

Berharap maaf, karena

Ternyata ....

Aku tak sempurna ....

Mendekatlah


Ooo begitukah?

Oh ya?

Benarkah?

Kau sakit hati?

Tapi kenapa sayap – sayapku yang patah!

Ternyata kita sudah lama ya, tidak berbicara sedekat dulu lagi ...

Menjadikanmu tempat terakhir dalam setiap permasalahanku ...

Dan aku hanya bisa merasakan betapa beratnya bebanmu kala mendengar keluh kesahku?

Jika kamu tidak memutuskan sekarang

Tidak akan pernah ada yang tahu

Apa yang tersembunyi di dalam sana

dan dia tidak akan pernah tahu

Apakah cukup dengan saling merasakan

Apakah cukup dengan saling menunggu

Lalu saat yang lain melangkah ke dunia yang baru?

Kau terdiam terpaku

Tertinggal di belakang garis

Segeralah jemput mimpimu itu!

Namun lunaskan dahulu citamu di ujung jalan ini

Mungkin cinta itu akan datang dengan sendirinya

Meski aku sendiri tak sanggup menghadapi

Kala benar kau menemui masa itu

Masa di mana, bukanlah aku yang ditunggu ...

Aku pernah berjanji bukan?

Bahwa aku tak akan bisa menghadirkan raga ini

Kala tibanya waktumu ...

Sungguh saat ini

Aku tak merasakan sakit saat sayapku patah

Karena aku tak menunggu siapapun untuk membawaku terbang

Di balik semua ini

Pernah kah kau tahu

Bahwa aku menunggu menjemput citaku pulang

Dengan sejumput asa dan do’a

Dari srikandi yang melahirkan raga ini ...

Di ujung jalan ini ...

Saat menemuimu kembali ...

Aku seperti tak pernah mengenal

Seseorang yang telah mengajarkanku banyak hal

Dan kemudian membiarkanku pergi di jalan ini sendiri ...

Let me go

and say like you said ..

Never Falling in Love

Rabu, 04 Maret 2009

Selamat Ulang Tahun Mama...

Aku akan selalu mengingat hari ini. Hari ulangtahunmu. Walau aku tak berada disisimu saat ini, namun doaku selalu untukmu.



Saat kau berumur 1 tahun, dia menyuapi dan memandikanmu.

Sebagai balasannya, kau menangis sepanjang malam.

Saat kau berumur 2 tahun, dia mengajarimu bagaimana cara berjalan. Sebagai balasannya, kau kabur saat dia memanggilmu.

Saat kau berumur 3 tahun, dia memasakkan semua makananmu dengan kasih sayang. Sebagai balasannya, kau buang piring berisi makanan ke lantai.

Saat kau berumur 4 tahun, dia memberimu pensil warna. Sebagai balasannya. Kau coret-coret dinding rumah dan meja.

Saat kau berumur 5 tahun, dia membelikanmu pakaian-pakaian yang mahal dan indah. Sebagai balasannya, kau memakainya untuk bermain di kubangan lumpur dekat rumah.

Saat kau berumur 6 tahun, dia mengantarmu pergi ke sekolah. Sebagai balasannya kau berteriak, “nggak mau!!”

Saat berumur 7 tahun, dia membelikanmu bola. Sebagai balasannya, kau lemparkan bola ke jendela tetangga.

Saat kau berumur 8 tahun, dia memberimu es krim. Sebagai balasannya, kau tumpahkan hingga mengotori seluruh bajumu.

Saat kau berumur 9 tahun, dia membayar mahal untuk kursus pianomu. Sebagai balasannya,

Kau sering bolos dan sama sekali tidak pernah berlatih

Saat kau berumur 10 tahun, dia mengantarmu kemana saja, dari kolam renang hingga pesta ulang tahun. Sebagai balasannya kau melompat keluar mobil tanpa memberi salam.

Saat kau berumur 11 tahun, dia mengantar kau dan teman-temanmu ke bioskop. Sebagai balasannya, kau minta dia duduk di baris lain.

Saat kau berumur 12 tahun, dia melarangmu untuk melihat acara khusus orang dewasa. Sebagai balasannya, kau tunggu dia sampai dia keluar rumah.

Saat kau berumur 13 tahun, dia menyarankanmu untuk memotong rambut, karena sudah waktunya. Sebagai balasannya, kau katakan dia tidak tahu mode.

Saat kau berumur 14 tahun, dia membayar biaya untuk kempingmu selama sebulan liburan. Sebagai balasannya, kau tak pernah menelponnya.

Saat berumur 15 tahun, pulang kerja ingin memelukmu. Sebagai balasannya, kau kunci pintu kamarmu.

Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kamu mengemudi mobilnya. Sebagai balasannya. Kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa perduli kepentingannya.

Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telpon yang penting. Sebagai balasannya, kau pakai telpon nonstop semalaman.

Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus SMA. Sebagai balasannya, kau berpesta dengan temanmu hingga pagi.

Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama. Sebagai balasannya, kau minta ditutrunkan jauh dari pintu gerbang agar kau tidak malu di depan taman-tamanmu.

Saat kau berumur 20 tahun, dia bertanya”Dari mana saja seharian ini?” Sebagai balasannya , kau jawab “ Ah, cerewet amat sih, ingin tahu urusan orang!”

Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan bagus untuk karirmu di masa depan. Sebagai balasannya, kau katakan, “Aku tidak ingin seperti Ibu.”

Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus perguruaan tinggi. Sebagai balasannya, kau tanya dia kapan bisa ke Bali.

Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikanmu satu set furnitur untuk rumah barumu. Sebagai balasannya, kau ceritakan pada temanmu, batapa jeleknya furnitur itu.

Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencananya di masa depan. Sebagai balasannya, kau mengeluh, “Aduuh Ibu ini, kok bertanya seperti itu?”

Saat kau berumur 25 tahun, dia membantumu membiayai pernikahanmu. Sebagai balasannya, kau pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500 km.

Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan beberapa nasihat bagaimana merawat bayimu. Sebagai balasannya, kau katakan padanya, “Bu, sekarang ini zamannya sudah berbeda”

Saat kau berumur 40 tahun, dia menelpon untuk memberitahukan pesta ulang tahun salah seorang kerabat. Sebagai balasannya kau jawab,”Bu, saya sibuk sekali nggak ada waktu.”

Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu. Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negatif orang tua yang menumpang tinggal di rumah anak-anaknya.

Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang. Dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan . karena mereka datang menghantam hatimu bagaikan palu godam.

JIKA BELIAU MASIH ADA, JANGAN LUPA MEMBERIKAN KASIH SAYANGMU LEBIH DARI YANG PERNAH KAU BERIKAN SELAMA INI